Sunday, 11 January 2015

MELIRIK SEJARAH PENDIDIKAN DI NUSANTARA DALAM PERSPEKTIF TEORI PENDIDIKAN KRITIS




Tidak ada manusia yang bisa lepas dari kebutuhan pokoknya sebagai keniscayaan proses kontiunitas kehidupannya. Manusia setiap hari selalu dihadapkan pada tantangan untuk mengembangkan diri dalam menacapai kehidupan yang sejahtera. Dalam memenuhi kebutuhan hidupanya semua manusia dituntut untuk bekerja (berproduksi). Diera globalisasi dan modern dewasa ini, manusia dituntut untuk memilikli skill dan kemampuan (capital social) untuk mengoprasikan alat produksi yang telah disediakan dan dikuasai semua oleh kapitalisme. Satu-satunya ruang formal yang diberikan bagi kita untuk mendapatkan skill adalah lembaga pendidikan. Namun apakah sesederhana itu fungsi dari pendidikan kita saat ini?
Secara harfiah, pendidikan berasal dari kata didik, yang berarti  memelihara dan memberi latihan. Pendidikan kemudian biasa didefinisikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik; (Kamus Besar Bahasa Indonesia). pendidikan adalah sebuah proses dialektika manusia untuk mengembangkan kemampuan akal pikirnya, menerapkan ilmu pengetahuan dalam menjawab problem-problem sosial, serta mencari hipotesa-hipotesa baru yang kontekstual terhadap perkembangan manusia dan zaman. Pendidikan merupakan media untuk mencerdaskan kehidupan rakyat dan bangsa, sekaligus instrumen yang akan melahirkan tenaga-tenaga intelektual dan praktisi sebagai penopang bagi perkembangan hidup masyarakat.
Pada setiap zaman, pendidikan tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai  serta hubungan-hubungan yang berlaku dalam sebuah masyarakat. Pendidikan sebagai satu instrumen kebudayaan negara (supra struktur), adalah cerminan dari sebuah hubungan produksi dalam setiap masyarakat. Sedangkan dalam pandangan kita tentang negara bahwa negara adalah alat dari klas berkuasa yang akan terus berkontradiksi dengan klas yang dikuasai. Sehingga pendidikan akan menjadi alat dari klas yang berkuasa untuk menanamkan ide klasnya sekaligus menjadi alat bagi klas berkuasa tersebut untuk menghisap klas yang dikuasai.
Perkembangan pendidikan dinusantara ini tidak bisa dilepaskan dari fase-fase perkembangan masyarakat nusantara. Karena dengan mempelajari sejarah dari perkembangan masyarakat yang ada dinusantara ini kita akan menemukan pisau analisa yang jelas terhadap problematika pendidikan yang terjadi saat ini.
Dalam kajian teori pendidikan kritis meyakini bahwa pendidikan tidak bisa lepas dari kepentingan ekonomi dan politik. Walapun ada beberapa kalangan yang tidak sepakat dengan mazhab ini akan tetapi ketika kita mengakaji sejarang perkembangan pendidiakan dinusantara ini, maka kita akan menemukan keilmiahan dari teori pendidikan kritis.
Pendidikan; dari Feodalime Hingga Kolonialisme di Nusantara
Pada zaman feudalisme Yang tandai dengan kepemilikan atas tanah oleh segilitir orang kemudian malahirkan istilah petani hamba bagi yang tidak memiliki tanah dan tuan tanah bagi yang punya tanah dengan menggukan kerajaan sebagai lembaga tertinggi mereka. Dalam mempertahankan kedudukannya sebagian tuan tanah, mereka kemudian menggunakan kekuatan gereja untuk kemudian mengamini adanya kekuasaan kaum feudal btersebut, dengan jargon “raja adalah utusan Tuhan di muka bumi”. Sehingga melawan raja, sama saja dengan melawan Tuhan. Hingga itu, seluruh rakyat harus tunduk kepada kekuasaan raja.
Pada masa feodalisme ini, pendidikan hanya diperuntukkan bagi kalangan bangasawaan (keluarga besar kerajaan), masyarakat kalangan bawah tidak bisa mengaksesnya dikarenakan mereka bukanlah bagian dari keluarga bangasawaan dan mereka juga tidak memilki banyak waktu untuk belajar selayaknya pemuda dari kalangan bangsawan karena mereka setiap harinya harus selalu disibukkan dengan kegiatan produksi untuk memenuhi kepentingan taunnya. Masa ini dikenal juga masa kegelapan (dark age), karena ilmu pengetahuan tidak dibiarkan berkembang. Justru dogma-dogma agama yang melegitimasi kekuasaan raja yang dipertahankan. Salah satunya adalah ketika Gallileo Gallilei menyatakan bumi itu bulat, tetapi kaum gereja menolaknya. Akibatnya, Gallileo Gallilei dihukum mati. Pihak gereja vatikan baru mengakui kesalahan tersebut pada abad 20.
Memasuki abad ke 15 nusantara kedatangan bangsa-bangas asing (protugis). Kedatangan mereka tidak bisa dilepaskan dari perkembangan merkantaisme yang dieropa saat itu. Markentilisme inilah yang kemudian melahirkan benih-benih kolonialisme. Bangsa asing datang ke Indonesia dalam misi dagang secara langsung dimulai pada awal abad 15, terutama Belanda dan Portugis. Mereka secara sengaja mencari jalur perdagangan dan penghasil rempah-rempah yang banyak diperjual belikan di Eropa untuk kebutuhan menghadapi musim dingin. Pada tahun 1596 Cornelis de Houtman berlayar dan mendarat di Banten, untuk memulai perdagangan secara langsung dengan bangsa Indonesia.
Masuknya bangsa eropa ke Indonesia yang kemudian mendominasi secara ekonomi dan politik di Nusantara kemudian merubah pola pendidikan di dalam bangsa Indonesia. Pendidikan di nusantara pada saat itu pun sangat di tentukan oleh pertimbangan ekonomi dan politik Belanda di Indonesia. Pendidikan dibuat berjenjang, tidak berlaku untuk semua kalangan, dan berdasarkan tingkat kelas. Pendidikan lebih diutamakan untuk anak-anak Belanda, sedangkan untuk anak-anak Indonesia dibuat dengan kualitas yang lebih rendah. Pendidikan bagi pribumi berfungsi untuk menyediakan tenaga kerja murah yang sangat dibutuhkan oleh penguasa. Sarana pendidikan dibuat dengan biaya yang rendah dengan pertimbangan kas yang terus habis karena berbagai masalah peperangan. Pendidikan kemudian menjadi barang yang sangat mewah bagi bangsa terjajah. Hanya anak-anak bangsawan pribumi yang bisa mendapatkan pendidikan yang disediakan pemerintah Hindia Belanda. Memang pada saat itu sudah ada pendidikan yang dibuat rakyat Indonesia, namun hanya mengkaji agama.
Kurang lebih 360 tahun nusantara dijajah oleh kolonialisme belanda. Alasan utama kenapa balanda bisa sampai tiga setengah abad menajajah nusantara, tidak lain adalah tidak adanya akases untuk mendapatkan pendidikan bagi masyarakat pribumi secara mayoritas sehingga kesadaran masyarakat pada masa itu sangat terbelakang dan mudah dibodohi. Sebelum meletusnya perang dunia II belanda kemuadian dipukul mundur oleh kekuatan fasisme jepang sehingga keperintahan kelonilisme belanda dinusantara diambil alih oleh pasukan jepang. Lagi-lagi indonesia terjajah oleh bangsa lain. kedatangnya Jepang ke Indonesia membawa ide kebangkitan Asia yang tidak kalah liciknya dari Belanda. Pendidikan semakin menyedihkan dan dibuat untuk menyediakan tenaga cuma-cuma (romusha) dan kebutuhan prajurit demi kepentingan perang Jepang . Sistem penggolongan dihapuskan oleh Jepang. Rakyat menjadi alat kekuasaan Jepang untuk kepentingan perang. Pendidikan pada masa kekuasaan Jepang memiliki landasan idiil hakko Iciu yang mengajak bangsa Indonesia berkerjasama untuk mencapai kemakmuran bersama Asia raya. Pelajar harus mengikuti latihan fisik, latihan kemiliteran, dan indoktrinasi yang ketat mengikuti kepentingan perang Jepang dalam perang Dunia II.
Pendidikan; Fase Kemerdekaan Hingga Orde Baru di Nusantara
Pada tahun 1945 tanggal 17 agustus, nusantara mendeklarasikan kemerdekaannya menjadi negara yang merdeka dan berdaulat. Pendidikan menjadi perhatian utama bagi negeri yang baru merdeka itu untuk membangun dirinya menjadi negeri yang kuat. Sekilas memang program-program pemerintahan Soekarno banyak bersifat anti imperialis, namun pada dasarnya rejim ini adalah rejim bimbang yang melakukan nasionalisasi asset asing tidak secara tuntas. Begitu pun kepemilikan lahan masih dipegang oleh kaum tuan tanah, sehingga walaupun pendidikan pada saat itu memang diorientasikan untuk mendukung politik anti Nekolimnya Soekarno, namun pada kenyataannya secara akses, banyak rakyat Indonesia yang tidak mampu mengenyam pendidikan secara layak
Setelah lengsernya pemerintahan rezim soekarno, nusantara kemudian memasuki suasana perintahan yang otoriter dan diktator yakni rezimnya Suharto atau lebih akrab disebut dengan rezim orde baru. Pada masa rezim ini arus modal asing untuk mengeksploitasi kekayaan nuasantara terus menagalir. Kekayaan alam yang dimiliki indonesia memang menjadi rangasangan menggairahkan bagi para investor untuk menanamkan modalnya. Industri-industri yang nota bene modalnya dari korporate besar luar negri, mulai mejalar diamana-mana. Sikap suharto yang membuat peruasahaan asing bisa leluasa masuk kenusantara membuktikan bahwa rezim suharto adalah rezim yang pro terhadap imprealisme (kapitalisme monopoli). Pendidikan menjadi alat bagi Soeharto untuk memantapkan dominasi imperialis di Indonesia. Pendidikan menjadi alat pemenuhan kebutuhan tenaga kerja murah sekaligus komoditi bagi eksploitasi perusahaan-perusahaan imperialis di Indonesia. Melalui kurikulum yang anti rakyat, pemerintahan ini menanamkan nilai-nilai pro imperialis serta nilai anti demokrasi dalam peserta didik yang mencerminkan karakter pemerintahannya. Untuk pemenuhan tenaga kerja murah, dibukalah sekolah-sekolah kejuruan yang secara nilai keilmuan hanya menjadikan peserta didik hanya memiliki skill rendah. Kerjasama dengan perusahaan asing serta perusahaan borjuasi komprador dibuka dengan kedok menyerap tenaga kerja dari lembaga pendidikan yang bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan tersebut. Namun pada kenyataannya hanyalah alat bagi perusahaan untuk mendapatkan buruh murah. Kerjasama ini kemudian di bakukan dengan konsep Link and Match.
Pendidikan; Fase Reformasi Menuju BHP
Lengsernya suharato pada tanggal 21 Mei tahun 1998 dari tampuk kekuasaan kursi kepresidenan yang dia pimpin selama 32 tahun. Pada waktu itu pula kekuatan rezim orde baru mulai memudar. Diberabagai penjuru kota dinegri ini dipenuhi oleh aksi massa sebagai bentuk perlawanan masyarakat terhadap pemerintahan rezim suharto. Ribuan mahasiswa mengahbiskan waktunya turun kejalan, bahkan diantara mereka harus merekan teman seperjauangannya yang ditembak oleh aparat negara (baca: Reformasi).  Akan tetapi semangat untuk menentangan kekuasaan rezim orade baru terus berkobar hingga seharto menyatakan mundur dari jabatan sebagi presiden.
Runtunya kekuasaan orde baru membawa indonesia memasuki era reformasi. Di era reformasi ini iklim politik dalam negri mulai bersentuhan dengan nilai-nilai demokaratis, rakayat sudah secara langsung memilih pemimpinya, pembanguan perlahan membuka konsep button up tidak lagi top down. Akan tetapi diantara perkembangan yang telah dicapai oleh reformasi terselip kebobrokan politik pemeritntah yakni; semakin meningkatanya investor-investor asing menanamkan modalnya dinusantara dan semakin menumpuknya hutang indonesia ke IMF dan world Bank, sehingga kekuatan inetervensi kapitalisme gelobal tarhadap indonesia semakin massif dan tidak ada satupun pemimpin negri ini yang mampu menolaknya semuanya mengamini apa yang diinginkan kapitalisme global.
Kekuatan intervensi asing terhadap indonesia dan keberpihakan pemerintah terhadap kapiatlisme mengatarakan indonesia pada juarang hilangannya kedaulatan indonesia sebagai negara. Kedaulatan indonesia suadah diambil alih oleh kekuatan pasar (neoliberalisme). Eksistenti negara benar-benar seperi yang telah dikatakan Karl Mark bahwa negara adalah alat kepentingan kelas, karena negara sekarang dipegang oleh kekuatan kelas atas (borjuasi) maka setiap kebijakannya meraka keluarkan pasti akan berpihak pada kaum pemodal dan akan berkiblat pada perkembangan dan kepentingan kapitalisme global sementara rakyat hidup dalam ketertindasan.
Dari perkembagan kapitalime global inilah, menjadi dasar kita untuk menagnilisis sistem pendidiak dinusantara saat ini. Dalam kesepakatan untuk kucuran utang (Letter of Intent/LoI) dari dana Moneter Internasional (IMF) tahun 1999, terdapat kesepakatan bahwa pemerintah harus mencabut subsidi subsidi untuk pendidikan dan kesehatan. Hal ini yang membuat masyarakat menanggung biaya pendidikan dan kesehatan terlalu mahal di luar kemampuan mayoritas penduduk Indonesia
Melalui Bank Dunia (World Bank/WB), pemerintah Indonesia telah mendapatkan kucuran dana utang 114,54 dollar AS untuk membiayai program Indonesia Managing Higher Education For Relevance And Efficiency (IMHERE) yang disepakati juni 2005 dan berakhir 2011. Program ini bertujuan untuk mewujudkan otonomi perguruan tinggi, efisiensi dan relevansi perguruan tinggi dengan kebutuhan pasar. Dari program inilah lahir sebuah UU BHP. Karena Bank Dunia menganggap anggaran pendidikan terlalu banyak menyedot anggaran di APBN sehingga harus dipangkas subsidinya. Pemangkasan tersebut meliputi juga anggaran untuk guru dan dosen.
Diera reformasi ini, arah pendidikan tidak hanya beroriantasi pada penyediaan tenaga produksinya kapitalisme melainkan pendidikan menjadi ladang jasa yang bisa mendatangkan keuntugan para pemodal. Logika perusahaan (korporate) dipaksakan pada dunia pendidikan. Sehingga Pendidikan menjadi barang dagangan yang sangat melangit harganya sebagimana harga yang berkembang dipasar global, pendidikan menjadi barang elit dan hanya bisa diakses oleh orang-orang yang elit. Semantara kalangan masyarakat miskin pendidikan menjadi sesuatu susah untuk dinikmati. Dari mahalnya biaya pendidikan tersebut membuat maysarakat ditahun 2008 angka putus sekolah dasar menacapi 814.000 dan angka putus sekolah SMP mecapai 211.643 siwa.
Ketika pendidikan sudah masuk pada ranah komersil dan pendidikan dijadikan komodoti jasa untuk diperjual-belikan maka, sudah barang tentui yang dibicarakan oleh dunia pendidikan seperti itu bukan lagi meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan tersebut, tetapi yang dibicarakan adalah untung dan rugi sebagaimana logika yang ada dalam pasar modal dan perusahaan. Secara hukum Pemerintah ketika kita melihat fenomena dunia pendidikan saat ini sudah melanggar pembukaan UUD 1945 mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan kehidupan berbangsa hanya untuk orang yang memilki uang banyak dan hal ini sangat melanggar dan bertentangan dengan amanat  UUD 1945 pasal 31. Karena kita ketahui bahwa, jangankan untuk membayar uang pendidikan untuk makan saja masyarakat sangat susah.
UU BHP tidak lain adalah alat legitimasi kekuatan untuk melegitimasi komersialisasi dunia pendidikan sebagai amanat dari Kesepakatan Bersama Tentang Perdagangan Jasa (General Agreement On Trade And Service/GATS) Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) dimana pendidikan dimasukkan menjadi salah satu dari 16 komoditas (barang dagangan). Dengan demikian, para investor kemudian bisa menanamkan investasinya di sektor pendidikan (terutama untuk pendidikan tinggi).  Kemudian kesepakatan tesebut diperkuat lagi dengan PP 60 dan 61 tahun 1999 tentang Otonomi Kampus dan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pen-didikan Nasional serta UU No.02 tahun 2009.
Bagaimanapun juga, kita akan selalu sepakat pendidikan adalah sesuatu yang terpenting untuk meciptakan dan mengembangkan bangsa yang produktif dan mandiri. Akan tetapi pertanyaan adalah benarkah pendidikan saat ini adalah pendidikan yang natinya mampu meciptakan peserta didik yang benar-benar mampu mengeluarkan bangsa ini dari keterprukan sosial? atau jangan-jangan pendidikan hari ini adalah tempat jasa yang bisa diperjual belikan dan atau hanya sekedar tempat menciptakan pekerja (buruh) yang siap dibayar murah untuk kelangsungan produksi dalam mengeksploitasi kekayaan bangsa ini oleh kapitalisme monopoli (imprealisme)?.
Sejatinya pendidikan harus dikembalikan pada pokok persoalan rakyat agar out put dari pendidikan tersebut mampu menjawab persoalan pokok yang diahadapi rakyat saat ini. pendidikan harus bersifat demokratis dalam artian rakyat dinusantara bisa mengakses pendidikan tersebut tanpa memandang bulu dan latar belakang ekonomi. dan sudah saatnya paradigma pendidikan dinegri ini memangkas paradigma yang diskriminatif. Agar bangsa ini bisa menjadi bangsa yang cerdas dan memliki skill serta olah pikir yang maju untu menuju bangsa yang lebih maju. ketika pencapaian terhadap kecerdasan menjadi sesuatu yang sulit diakses maka kebodohan akan menumpuk, dan apabila kebodohan terus berkembang maka akan timbul tindakan-tindakan yang besifat anomaly, tindakan social yang irasonal dan amoral sebagaiman hukum kausalitas.
Dengan di sahkanya UU BHP semakin kompleksitasnya persoalan pendidikan dinegri ini dan menjadi fakta sejarah yang buruk bagi kaum muda usia pendidikan untuk selanjutnya. Sejarah pendidikan dari awal masyarakat yang feodalistik hingga reformasi tidak lain adalah sejarah pendidikan yang jelas-jelas mengatakan bahwa hanya diperuntukkan bagi kelanggengan kekuasaan para pengauasa. Pendidikan hanya sebatas wadah untuk mempercepat penghisapan dan pemasungan demokrasi rakyat oleh feodalisme dan kapitalisme global. Kekuatan belenggu kapitalisme global mengantarkan pendidikan menjauh dari nilai-nilai humanistik. Pendidikan tidak lagi menjadi wadah untuk pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat partisipatif dan komunikatif agar mampu menyelesaikan persoalan pokonya. Melaikan hanyalah wadah yang hanya menciptakan sumberdaya manusia yang siap menagbdikan diri terhadap pemegang kekuasaan dunia, baik secra politik maupun secara ekonomi. 

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com

0 komentar:

Post a Comment